Rabu, 29 September 2021

Visi Guru Penggerak

 A. Pendahuluan

Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid menjadi hal yang diinginkan semua pihak. Hal ini tidaklah mudah untuk diwujudkan. Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang ingin dicapai. Ini bagaikan seorang pelari yang perlu mengetahui garis “start” dan garis “finish” bahkan sebelum ia benar-benar berlari melintasi jalur lari tersebut.

Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah.

Perubahan yang positif dan konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam pengaruh Anda untuk menjalani proses perubahan ini bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.

  

B. Paradigma Perubahan Positif

Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga.

Inkuiri Apresiatif (IA) dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble & McGrath, 2016). Pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh proses manajemen perubahan yang biasa. Manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.

IA menggunakan prinsip-prinsip utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan.

Saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan penghargaan. Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara berkelanjutan.

Menurut Drucker, kepemimpinan dan manajemen adalah keabadian. Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.

Di sekolah, pendekatan IA dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah, mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan, kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah dan visi setiap warga sekolah.

Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :

  • Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
  • Apa hal menarik yang dapat dipetik pelajarannya dari setiap guru di kelas?
  • Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?

Inilah langkah-langkah yang perlu Anda ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap keempat, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.


Pada awal penerapannya, mungkin kita akan merasakan kejanggalan atau meragukan keberhasilannya. Namun, kita akan mencobanya dan menikmati kurva belajarnya. Kurva belajar yang kita akan alami mirip seperti seekor anak burung yang belajar terbang. Pada saat pertama kali terbang, jalur terbang anak burung tidak akan langsung ke atas, tapi akan ke bawah dahulu kemudian meliuk ke atas sebagaimana terlihat pada gambar berikut.


    Dengan merujuk pada kurva belajar ini, maka marilah terus percaya bahwa pendekatan positif akan membuahkan hasil yang lebih luar biasa. Ini adalah kebiasaan baru.


C. Contoh Sederhana 
Paradigma Perubahan Positif

Berikut contoh sederhana paradigma perubahan positif Inkuri Apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA:

Silahkan DOWNLOAD


D. Contoh Sederhana 
Gagasan Positif berdasarkan Paradigma BAGJA

    Visi: Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang berkarakter dan berbudaya menggunakan strategi PaReJar

    Silahkan DOWNLOAD


Share:

Jumat, 03 September 2021

Peran dan Nilai Guru Penggerak

A. Latar Belakang

Pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan dan Pengajaran dinilai masih sangat relevan untuk diterapkan pada dunia pendidikan saat ini.

Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.

Kedua semangat ini kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).

Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan.

Dalam usaha mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini, tentunya perlu peran pendidik untuk menuntun anak serta menumbuhkan berbagai karakter/nilai yang dijabarkan. Untuk mendukung tercapainya karakter ini, setiap guru perlu menanamkan nilai-nilai dan pola pikir sebagai penuntun atau pamong. Nilai-nilai ini bisa berkembang jika seorang guru penggerak mengaktifkan otak luhurnya agar bisa berpikir strategis dan kreatif dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak.

 

B. Pembentukan Nilai Diri

Suka atau tidak, di luar kelebihan dan kelemahannya, baik atau tidak karakternya, guru sudah terlanjur dipandang sebagai orang yang dapat diteladani di tengah masyarakat kita. Guru sesungguhnya memiliki kesempatan untuk menjadi teladan bagi muridnya. Kini, pilihannya adalah memanfaatkan kesempatan itu dengan sengaja atau membiarkannya lewat begitu saja dan tidak melakukan apa-apa. Menjadi teladan harus diusahakan secara sadar.

Lumpkin (2008), menyatakan bahwa guru dengan karakter baik mengajarkan murid mereka tentang bagaimana keputusan dibuat melalui proses pertimbangan moral. Guru ini membantu muridnya memahami nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka sendiri, kemudian mereka mempercayainya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari siapa mereka, hingga kemudian mereka terus menghidupinya. Guru dengan karakter yang baik melestarikan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat melalui murid-murid mereka.

Guru adalah manusia yang senantiasa berusaha untuk menggerakkan manusia lainnya. Oleh karena itu, guru harus lebih dulu sadar bagaimana dirinya tergerak, kemudian memilih untuk bergerak dan akhirnya menggerakkan manusia yang lain.


C. Profil Pelajar Pancasila

Pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara dinilai masih relevan untuk diterapkan pada dunia pendidikan saat ini. Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.

Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).

Gambar 1Profil Pelajar Pancasila


Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan.


D. Peran Guru Penggerak

Seorang Guru Penggerak harus memiliki empat kompetenasi berikut: mengembangkan diri dan orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah, serta memimpin pengembangan sekolah.

Guru Penggerak tidak hanya berfokus pada sebagai pemimpin pembelajaran, akan tetapi juga menggerakkan diri serta lingkungan sekolah agar dapat mewujudkan sekolah yang berpihak pada murid.

Peran Guru Penggerak itu sendiri, merupakan sebuah ringkasan dari kompetensi tersebut. Terdapat 5 butir peran dari seorang Guru Penggerak:

D.1. Menjadi Pemimpin Pembelajaran

Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong wellbeing ekosistem pendidikan sekolah. Pemimpin Pembelajaran berarti seorang Guru Penggerak menjadi seorang pemimpin yang menitikberatkan pada komponen yang terkait erat dengan pembelajaran, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen, pengembangan guru serta komunitas sekolah, dll. Yang dimaksud dengan wellbeing disini terkait dengan kondisi yang sudah berpihak pada murid. Jadi seorang Guru Penggerak diharapkan mampu berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada murid, dengan memperhatikan segenap aspek pembelajaran yang mendukung tumbuh-kembang murid.

D.2. Menggerakkan Komunitas Praktisi

Menggerakkan komunitas praktik untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya. Seorang Guru Penggerak berpartisipasi aktif dalam membuat komunitas belajar untuk para rekan guru baik di sekolah maupun wilayahnya. Banyaknya praktik baik yang bisa dibagikan dalam komunitas tersebut bisa menjadi bahan pembelajaran untuk para guru sejawat dan tentunya untuk Guru Penggerak tersebut juga.

D.3. Menjadi Coach Bagi Guru Lain

Menjadi coach dan mentor bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah. Seorang Guru Penggerak juga harus mampu mendeteksi aspek-aspek yang bisa ditingkatkan dari rekan sejawatnya. Seorang Guru Penggerak diharapkan juga mampu merefleksikan hasil pengalamannya sendiri serta guru lain untuk dijadikan poin peningkatan untuk pembelajaran. Tidak lupa juga sebagai seorang coach, Guru Penggerak diharapkan juga bisa memantau perkembangan dari rekan guru lain tersebut.

D.4. Mendorong Kolaborasi Antar Guru

Membuka ruang diskusi positif dan kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di dalam dan di luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada peran ini, seorang Guru Penggerak diharapkan mampu memetakan para pemangku kepentingan di sekolah (serta luar sekolah), serta membangun dialog antar para pemangku kepentingan tersebut.

D.5. Mewujudkan Kepemimpinan Murid

Mendorong peningkatan kemandirian dan kepemimpinan murid di sekolah. Peran seorang Guru Penggerak berarti membantu para murid ini untuk mandiri dalam belajar, mampu memunculkan motivasi murid untuk belajar, juga mendidik karakter murid di sekolah.

 

E. Nilai-Nilai Guru Penggerak

Menurut Rokeach (dalam Hari, Abdul H. 2015), nilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, bahkan hingga berfungsi sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai dari Guru Penggerak adalah: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid.

E.1. Mandiri

Mandiri berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa mendorong dirinya sendiri untuk melakukan aksi serta mengambil tanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada dirinya. Segala perubahan yang terjadi di sekitar kita maupun pada diri kita, muncul dari diri kita sendiri. Ketika kita hanya menunggu sesuatu untuk terjadi, seringkali hal tersebut tidak pernah terjadi. Karena itu seorang Guru Penggerak diharapkan mampu mendorong dirinya sendiri untuk melakukan perubahan, untuk memulai sesuatu, untuk mengerjakan sesuatu terkait dengan perubahan apa yang diinginkan untuk terjadi.

Guru Penggerak yang mandiri, berarti guru tersebut mampu memunculkan motivasi dalam dirinya sendiri untuk membuat perubahan baik untuk lingkungan sekitarnya ataupun pada dirinya sendiri. Hal ini terutama perlu muncul dalam aspek pengembangan dirinya. Seorang Guru Penggerak termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah ataupun dinas. Guru Penggerak mendorong dirinya untuk meningkatkan kapabilitas dirinya tanpa perlu dorongan dari pihak lain.

E.2. Reflektif

Reflektif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa merefleksikan dan memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri serta pihak lain. Proses perwujudan Profil Pelajar Pancasila, juga perjalanan menjadi Guru Penggerak pastinya akan penuh dengan pengalaman-pengalaman yang bervariasi. Pengalaman-pengalaman ini bisa menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak diajak untuk mengevaluasi kembali pengalaman-pengalaman tersebut, hingga bisa menjadi pembelajaran dan panduan untuk menjalankan perannya di masa mendatang.

Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif mau membuka diri terhadap pengalaman yang baru dilaluinya, lalu melakukan evaluasi terhadap apa saja hal yang sudah baik, serta apa yang perlu dikembangkan. Apa yang dievaluasi tentu saja beragam, bisa terhadap kekuatan dan keterbatasan diri sendiri, pendapat yang dimiliki oleh diri sendiri, proses, dll. Guru Penggerak yang reflektif tidak hanya berhenti sampai berefleksi namun juga sampai melakukan aksi perbaikan yang bisa dilakukan. Mereka juga senantiasa terbuka untuk meminta dan menerima umpan balik dari orang-orang di sekelilingnya.

E.3. Kolaboratif

Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun hubungan kerja yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Guru Penggerak akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Guru Penggerak diharapkan mampu merangkul semua pihak itu.

Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa kepercayaan dan rasa hormat antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya, serta mengakui dan mengelola perbedaan peran yang diemban oleh masing-masing tiap pemangku kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan bersama.

Perlu diperhatikan, kolaboratif mampu muncul dalam perilaku seperti kerjasama, berkomunikasi, memahami peran masing-masing pihak dalam suatu situasi tertentu, termasuk memberikan feedback juga merupakan bagian dari kolaborasi.

E.4. Inovatif

Inovatif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa memunculkan gagasan-gagasan baru dan tepat guna terkait situasi tertentu ataupun permasalahan tertentu. Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju, masalah yang muncul pun juga semakin bervariasi. Untuk bisa mengatasi beragam masalah tersebut, diperlukan lah jiwa inovatif dari seorang Guru Penggerak, agar bisa datang dengan penyelesaian masalah yang mungkin tidak biasa namun tepat guna. Seorang Guru Penggerak yang mempunyai nilai inovatif ini, mampu menggunakan nilai reflektifnya dalam mengevaluasi sebuah proses ataupun masalah, dan mencari gagasan-gagasan lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dibutuhkan kejelian dari seorang Guru Penggerak untuk melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya (baik dari guru lain, murid, kepala sekolah, orang tua murid, komunitas lainnya) untuk mendukung ide orisinal demi menguatkan pembelajaran murid.

Nilai inovatif ini juga mendukung keterbukaan para Guru Penggerak terhadap gagasan serta ide lain yang muncul dari luar dirinya untuk memecahkan masalah, mencari informasi lain yang bisa mendukung prosesnya, sudut pandang orang lain yang bisa membantu dirinya dalam menemukan inspirasi pemecahan masalah ataupun mengambil keputusan, hingga pada akhirnya melakukan solusi/aksi nyata untuk mengatasi permasalahan.

E.5. Berpihak pada Murid

Berpihak pada murid disini berarti seorang Guru Penggerak selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak didasari pembelajaran murid terlebih dahulu, bukan dirinya sendiri. Segala hal yang kita lakukan, harus tertuju pada perkembangan murid, bukan pada pemuasan diri kita sendiri, maupun orang lain yang berkepentingan. Sebagai Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, kita selalu harus mulai berpikir dari pertanyaan “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya lakukan untuk membuat proses belajar ini lebih baik?” dll.

 

F. Keterkaitan Peran dan Nilai Guru Penggerak dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara

Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seorang guru penggerak adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Nilai-nilai tersebut penting dimiliki oleh setiap guru penggerak karena jika ia memiliki nilai mandiri, maka akan lebih leluasa berkembang dan tidak perlu lagi bergantung pada orang lain. Reflektif membantu dirinya memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kelebihan yang dimiliki sehingga ia akan selalu tampil sebagai guru yang ideal. Dengan nilai kolaborasi, pekerjaan guru penggerak, menjadi lebih mudah dan ringan karena semuanya dilakukan secara kolaboratif dengan semua pihak. Inovatif mendorong terciptanya pembaruan sehingga guru akan senantiasa melahirkan ide dan gagasan yang baru dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Segala tindakan dan kebijakan yang berpihak pada murid tentunya akan membuat murid senang dan termotivasi belajar sehingga akan mendorong terwujudnya profil pelajar Pancasila. Nilai-nilai tersebut diharapkan menjadi kebiasaan dalam berperilaku sehingga melekat menjadi karakter dari setiap guru penggerak. Nilai guru penggerak sangat mempengaruhi guru penggerak dalam bersikap dan bertindak. Hal ini sangat dibutuhkan seorang guru penggerak dalam memainkan perannya sebagai pemimpin pembelajaran, penggerak komunitas praktisi, coach bagi guru lain, pendorong kolaborasi, dan mewujudkan kepemimpinan murid.

Nilai dan peran guru penggerak selaras dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara. Nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid yang menjiwai guru penggerak dalam memainkan perannya tentunya akan menghadirkan guru yang sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara. Guru yang memahami bahwa jika mereka menanam padi, tidak akan mungkin tumbuh jagung begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, mereka akan memahami bahwa pendidikan sangat dipengaruhi oleh perlakuan mereka terhadap murid. Segala tindakan dan kebijakan guru penggerak akan senantiasa berpihak pada anak. Mereka akan memperlakukan anak sesuai kodratnya, baik itu kodrat alam maupun zamannya dan tentu saja kodrat anak adalah bermain. Dengan demikian, seorang guru penggerak akan senantiasa mendidik anak agar menjadi manusia yang baik lakunya, selaras budi dan pekertinya.

 

G. Strategi untuk Mencapai Peran dan Nilai Guru Penggerak

Untuk mencapai peran dan nilai-nilai guru penggerak, tentunya membutuhkan strategi tersendiri. Strategi yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:

    1. Selalu melakukan refleksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan dan mendorong upaya memperbaiki tindakan.
    2. Senantiasa memotivasi diri untuk melakukan perubahan dalam meningkatkan kualitas diri dan kualitas pembelajaran.
    3. Memaknai setiap pengalaman dengan melakukan evaluasi terkait kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.
    4. Membuka diri terhadap masukan dari orang lain dan melakukan perbaikan terhadap tindakan yang belum sempurna.
    5. Menjalin kerjasama, membangun komunikasi, dan menumbuhkan rasa saling percaya dengan semua pihak dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila.
    6. Menjadikan nilai-nilai guru penggerak sebagai sebuah kebiasaan yang konsisten agar menjadi perilaku dan karakter yang melekat dalam diri (Personal Branding).

Profil pelajar Pancasila sulit terwujud jika dilakukan oleh seorang guru penggerak saja. Oleh karena itu, guru penggerak harus berkolaborasi dengan semua pihak agar tugas menjadi lebih mudah dan ringan. Pihak-pihak yang dapat membantu tugas guru penggerak dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila adalah sebagai berikut:

    1. Guru lain atau teman sejawat sebagai mitra dalam melakukan gerakan perubahan yang menuntut guru lebih mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid.
    2. Kepala sekolah sebagai pemangku kebijakan di sekolah yang berperan dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang kondusif bagi guru dan murid. Kebijakan kepala sekolah hendaknya senantiasa berpihak pada murid agar gerakan yang dilakukan oleh guru dan kepala sekolah bisa berjalan serasi dan selaras.
    3. Orang tua siswa sebagai pendamping anak di rumah turut berpartisipasi dalam membimbing dan memberikan motivasi kepada anak, baik dengan cara memberikan semangat maupun dengan cara pemenuhan kebutuhan sekolah. Orang tua hendaknya mampu menjadi teman yang bahagia untuk belajar.
    4. Organisasi dan Komunitas Praktisi menjadi wahana dalam membagikan praktik baik pembelajaran sebagai upaya refleksi konstruktif dalam peningkatan kompetensi guru penggerak.
    5. Masyarakat dapat berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah baik moril maupun materiil. Masyarakat memiliki peran penting dalam membantu anak belajar dilingkungannya, terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, partner dalam pembahasan kebijakan sekolah, dan konsultasi terkait masalah pendidikan anak.

 

H. Renungan Peran dan Nilai Guru Penggerak

“Jika kita gagal merencanakan, berarti sama saja kita sedang merencanakan kegagalan.”

~ Benjamin Franklin

 

“Saat air kolammu keruh, jangan masuk kedalamnya. Jangan pula menunggu airnya menjadi lebih jernih. Jangan pula kuras habis airnya. Simpan energimu, nikmati kedamaian dalam keruhnya.”

~ I Kadek Arta

 

Share:

Categories

Statistic Blog