A. Pendahuluan
Menjadikan sekolah sebagai
rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid menjadi hal yang diinginkan
semua pihak. Hal ini tidaklah mudah untuk diwujudkan. Perlu perubahan yang
mendasar dan upaya yang konsisten. Visi membantu kita untuk melihat kondisi
saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang
ingin dicapai. Ini bagaikan seorang pelari yang perlu mengetahui garis “start”
dan garis “finish” bahkan sebelum ia benar-benar berlari melintasi jalur lari
tersebut.
Menurut Evans (2001), untuk
memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah,
maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong
perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah berarti merujuk pada
kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat
berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga
sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak
mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus
naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi.
Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah.
Perubahan yang positif dan
konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat bertahap. Oleh
karena itu, sebagai pemimpin, hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri
sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di dalam pengaruh
Anda untuk menjalani proses perubahan ini bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan
dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.
B. Paradigma
Perubahan Positif
Untuk dapat mewujudkan visi
sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau
paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika
diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis
“finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat
olahraga.
Inkuiri Apresiatif (IA)
dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis
kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Noble
& McGrath, 2016). Pendekatan IA dapat membantu membebaskan potensi inovatif
dan kreativitas, serta menyatukan orang dengan cara yang tidak dapat dilakukan
oleh proses manajemen perubahan yang biasa. Manajemen perubahan yang biasa
dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang
salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang
berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya
untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.
IA menggunakan prinsip-prinsip
utama psikologi positif dan pendidikan positif. Pendekatan IA percaya bahwa
setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada
keberhasilan. Inti positif ini merupakan potensi dan aset organisasi. Dengan
demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif,
keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum
organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan
perubahan.
Saat ini kita hidup pada zaman
yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan
baik. Mata yang mampu membukakan kemungkinan perbaikan dan memberikan
penghargaan. Bila organisasi lebih banyak membangun sisi positif yang
dimilikinya, maka kekuatan sumber daya manusia dalam organisasi tersebut
dipastikan akan meningkat dan kemudian organisasi akan berkembang secara
berkelanjutan.
Menurut Drucker, kepemimpinan
dan manajemen adalah keabadian. Oleh sebab itu, seorang pemimpin bertugas
menyelaraskan kekuatan yang dimiliki organisasi. Caranya adalah dengan
mengupayakan agar kelemahan suatu sistem dalam organisasi menjadi tidak
relevan, karena semua aspek dalam organisasi fokus pada penyelarasan kekuatan.
Di sekolah, pendekatan IA
dapat dimulai dengan mengidentifikasi hal baik apa yang telah ada di sekolah,
mencari cara bagaimana hal tersebut dapat dipertahankan, dan memunculkan
strategi untuk mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Nantinya, kelemahan,
kekurangan, dan ketiadaan menjadi tidak relevan. Berpijak dari hal positif yang
telah ada, sekolah kemudian menyelaraskan kekuatan tersebut dengan visi sekolah
dan visi setiap warga sekolah.
Perubahan yang positif di sekolah tidak akan terjadi jika pertanyaan yang diajukan mengenai kondisi sekolah saat ini diawali dengan permasalahan yang terjadi atau mencari aktor sekolah yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang sering diajukan adalah, “Mengapa capaian hasil belajar siswa rendah?”, “Apa yang membuat rencana kegiatan sekolah tidak berjalan lancar?”, dan lain sebagainya. Motivasi untuk melakukan perubahan tentu akan berangsur menurun jika diskusi diarahkan pada permasalahan. Suasana psikologis yang terbangun tentu akan berbeda jika pertanyaan diawali dengan pertanyaan positif seperti ini :
- Hal-hal baik apa yang pernah dicapai murid di kelas?
- Apa hal menarik yang dapat dipetik pelajarannya dari setiap guru di kelas?
- Bagaimana mengembangkan praktik baik setiap guru untuk dipertahankan sebagai budaya sekolah?
Inilah langkah-langkah yang perlu Anda ikuti dalam menerapkan perubahan sesuai dengan visi yang Anda telah impikan berdasarkan tahapan BAGJA. Tahap pertama, Buat Pertanyaan Utama. Di tahap ini, Anda merumuskan pertanyaan sebagai penentu arah penelusuran terkait perubahan apa yang diinginkan atau diimpikan. Tahap kedua, Ambil Pelajaran. Pada tahapan ini, Anda mengumpulkan berbagai pengalaman positif yang telah dicapai di sekolah dan pelajaran apa yang dapat diambil dari hal-hal positif tersebut. Tahap ketiga, Gali Mimpi. Pada tahapan ini, Anda dapat menyusun narasi tentang kondisi ideal apa yang diimpikan dan diharapkan terjadi di sekolah. Disinilah visi benar-benar dirumuskan dengan jelas. Tahap keempat, Jabarkan Rencana. Di tahapan ini, Anda dapat merumuskan rencana tindakan tentang hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mewujudkan visi. Tahapan terakhir, Atur Eksekusi. Di bagian ini, Anda memutuskan langkah-langkah yang akan diambil, siapa yang akan terlibat, bagaimana strateginya, dan aksi lainnya demi mewujudkan visi perlahan-lahan.
Pada awal penerapannya, mungkin kita akan merasakan kejanggalan atau meragukan keberhasilannya. Namun, kita akan mencobanya dan menikmati kurva belajarnya. Kurva belajar yang kita akan alami mirip seperti seekor anak burung yang belajar terbang. Pada saat pertama kali terbang, jalur terbang anak burung tidak akan langsung ke atas, tapi akan ke bawah dahulu kemudian meliuk ke atas sebagaimana terlihat pada gambar berikut.
Dengan merujuk pada kurva belajar ini, maka marilah terus percaya bahwa pendekatan positif akan membuahkan hasil yang lebih luar biasa. Ini adalah kebiasaan baru.
Berikut contoh sederhana paradigma perubahan positif Inkuri Apresiatif (IA) dengan tahapan BAGJA:
Silahkan DOWNLOAD
Visi: Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang berkarakter dan berbudaya menggunakan strategi PaReJar
Silahkan DOWNLOAD
0 comments:
Posting Komentar