Jumat, 18 Februari 2022

Koneksi Antar Materi "PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN"


“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

~Bob Talbert~

 

Memahamkan anak tentang konsekuensi dari sebuah pilihan merupakan hal yang benar, namun membekali mereka dengan pengetahuan tentang hal baik dan buruk (nilai kebajikan universal) adalah sesuatu yang substansi. Pengetahuan saja tidak cukup, murid juga harus dibekali dengan pendidikan karakter.

Seorang guru yang baik, hendaknya mampu menjadi teladan yang baik bagi murid. Menjadi guru artinya kita siap untuk menjadi teladan bagi murid maupun seluruh warga sekolah bahkan di lingkungan tempat tinggal. Sejatinya ketika kita memilih berprofesi menjadi seorang guru artinya kita harus siap menjadi teladan bagi orang sekeliling kita. Prinsip-prinsip inilah yang harusnya kita pegang dan kita hayati sebagai seorang guru dan pendidik.

Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yang mengemukakan bahwa pendidikan itu adalah proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat. Proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan Pratap Triloka yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha – di depan memberikan contoh, Ing Madya Mangun Karsa – di tengah membangkitkan/ membangun kemauan, Tut Wuri Handayani – mengikuti dibelakang menyokong kekuatan.

Pratap Triloka atau tiga prinsip pembelajaran ini banyak diterapkan untuk kepemimpinan. Bahwa seorang pemimpin tidak harus selalu di depan atau pun terdepan. Di mana pun dia berdiri memiliki peran dan fungsi yang berbeda. Seorang guru dituntut untuk bisa memposisikan dirinya sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah, menjalankan fungsinya secara profesional dan proporsional.

Nilai-nilai yang sudah tertanam dalam diri baik pengaruh internal maupun eksternal akan sangat mempengaruhi prinsip-prinsip yang akan diambil dalam pengambilan suatu keputusan. Menguatkan nilai-nilai baik dalam diri sebagai bagian dari refleksi diri sangat menentukan kualitas sebuah keputusan. Pohon yang akarnya busuk akan merusak pohon itu sampai ke pucuk, rumah yang pondasinya tidak kokoh maka mudah roboh. Seorang guru tanpa prinsip yang kuat maka tak akan mampu menjadi sandaran bagi muridnya.

Sebagai pengambil keputusan memerlukan proses pembelajaran dan pendampingan (coaching).  Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang buruk, bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak sedap.

Pengambil keputusan seyogyanya adalah pribadi yang matang secara sosial, emosional dan sudah selesai akan dirinya agar menghasilkan keputusan yang berpihak kepada murid. Mampu merasakan seperti yang dirasakan murid, tidak mendahulukan emosi dari tindakan, dan keputusan yang dibuat mampu dipertanggungjawabkan kepada seluruh pihak yang terkait.

Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai moral dan etika yang dianut seorang pendidik. Pengambilan keputusan tentunya tidak terjadi secara mendadak dan tiba-tiba, tentunya pengambilan keputusan melewati proses pertimbangan-pertimbangan tertentu (etika dan moral). Sebuah keputusan yang tidak diperhitungkan secara etis dan matang dapat berdampak mengerikan baik secara pribadi maupun publik.

Pada konteks pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran khususnya pada dilema etika yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, seorang guru dituntut untuk mampu menerapkan langkah-langkah pengambilan keputusan. Hal ini membutuhkan kerjasama/ kolaborasi semua pihak di sekolah berdasarkan pendekatan manajemen perubahan kolaboratif yang berbasis pada kekuatan (Inkuiri Apresiatif) sehingga berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Membangun gerakan bersama (paradigma perubahan positif) merupakan peluang dan tantangan. Mulai dari diri, bangun energi dengan rekan satu frekuensi, bangkitkan dalam komunitas praktisi adalah peluang besar untuk transformasi pendidikan yang memerdekakan.

Menyusun dan mengurai kembali coretan-coretan yang sudah tertulis pada kertas putih menjadi untaian kalimat yang tergerak, bergerak, dan menggerakkan niscaya memberi makna dan nilai pada kertas tersebut yang akan dibawa sepanjang perjalanan kehidupannya. Proses tersebut memerlukan pengambilan keputusan yang bijaksana. Kertas putih itu bisa saja menjadi kusut, robek, dan hangus apabila keputusan yang diambil tidak tepat. Maka dari itu pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran membutuhkan pemahaman konsep pendidikan yang memerdekakan, kematangan sosial-emosional, coaching, nilai dan konsep diri, kebijaksanaan, dan amanah kepemimpinan.

Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan yang transformational, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid? (Nadiem Makarim, 2020).

Salam dan Bahagia

I Kadek Arta - CGP Angkatan 3 Kab. Klungkung

 

Share:

Senin, 14 Februari 2022

Demonstrasi Kontektual - Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran


Pada tugas kali ini, saya diminta untuk membuat sebuah jurnal monolog (diskusi dengan diri sendiri). Jurnal ini saya sajikan berupa blog-tulisan naratif sesuai pertanyaan panduan yang diberikan.

Sebelum saya melanjutkan diskusi dengan diri sendiri, saya mencoba terlebih dahulu memaparkan apa yang telah dipelajari pada modul ini.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita pasti sering dihadapkan dalam situasi yang mengharuskan mengambil suatu keputusan. Namun, seberapa sering keputusan tersebut melibatkan kepentingan dari masing-masing pihak yang sama-sama benar, tapi saling bertentangan satu dengan yang lain?

Bagaimana cara kita dalam menghadapi situasi seperti ini? Pemikiran-pemikiran seperti apa yang melandasi pengambilan keputusan? Kemudian, setelah mengambil keputusan tersebut, pernahkah kita menjadi ragu-ragu dan menanyakan diri sendiri apakah keputusan yang diambil telah tepat, ada perasaan tidak nyaman dalam diri, atau timbul pemikiran mengganjal dalam diri seperti, ‘Apakah ini sesuai peraturan?’ atau ‘Bagaimana panutan saya akan berlaku dalam hal seperti ini?’

A. Perbedaan Bujukan Moral dan Dilema Etika

Dalam pengambilan keputusan terkadang melibatkan bujukan moral dan dilema etika. Nah apakah perbedaan keduanya itu?

  • Bujukan moral atau benar vs salah adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi benar atau salah dalam mengambil sebuah keputusan.
  • Dilema etika atau benar vs benar adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan.

B. Empat Paradigma dalam Pengambilan Keputusan

Berdasarkan pengalaman kita dalam melaksanakn tugas sebagai guru pada institusi pendidikan, kita menyadari bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan universal yang mendasari namun saling bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.

Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini.

  1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
  2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

C. Tiga Prinsip dalam Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan sebuah keputusan ada tiga prinsip yang melandasinya. Ketiga prinsip ini yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut yaitu.

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

D. Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita harus memastikan bahwa keputusan yang di ambil adalah keputusan yang tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah keputusan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengambilan keputusan secara etis.

Di bawah ini adalah 9 langkah yang telah disusun untuk memandu kita dalam mengambil dan menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang membingungkan karena adanya beberapa nilai-nilai yang bertentangan.

  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini.
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
  4. Pengujian benar atau salah. Ada uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, dan uji panutan/idola.
  5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
  6. Melakukan Prinsip Resolusi.
  7. Investigasi Opsi Trilema.
  8. Buat Keputusan.
  9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.

Materi-materi tersebut tentu harus kita perdalam lagi, coba praktekkan, dan saling berbagi pengalaman praktek baik akan menjadi budaya positif pada lingkungan kita.

Nah untuk itu melalui program ini saya akan mencoba bertanya dan sekaligus menjawab pada diri apa yang akan saya bisa lakukan dan bagikan? Melalui pertanyaan-pertanyaan panduan berikut saya akan mencoba berdiskusi dengan diri sendiri.

Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda?

Sebelum berbagi pengetahuan dan pengalaman, tentunya saya akan mulai dari diri memahami lebih mendalam materi tersebut di atas dan mencoba mempraktekkan pada lingkungan kecil di rumah dan kelas saya. Berkolaborasi dalam pengalaman adalah yang paling berharga yang saya dapatkan dalam program ini. Memberi pemantik melalui diskusi ringan melalui WAG, tulisan penggugah pada media sosial, dan menggerakkan komunitas praktisi yang sudah terbentuk di sekolah dengan sinergisitas program sekolah merupakan langkah-langkah yang saya ambil.

Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran di sekolah dalam rangka mewujudkan merdeka belajar dengan pembelajaran yang berpihak kepada murid, tentunya kita akan dihadapkan pada situasi dilema untuk mengambil sebuah keputusan yang bijaksana bagi semua pihak. Dalam nilai kebajikan di daerah saya selalu ditanamkan tentang konsep Tri Kaya Parisudha yakni Manacika adalah suatu tindakan berpikir bijaksana sebelum mengambil sebuah keputusan, Wacika adalah suatu perkataan atau proses berkomunikasi berdasarkan etika dan prinsip sesuai dengan kondisi yang melandasi argumentasi sebelum keputusan diambil, dan Kayika adalah suatu tindakan atau keputusan yang harus diambil berlandaskan kebijaksanaan. Konsep inilah yang saya akan jadikan pegangan atau langkah awal untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran. Selanjutnya saya akan menerapkan satu atau lebih dari empat paradigma dn tiga prinsip pengambilan keputusan, dan langkah paling penting adalah melakukan pengujian sebelum keputusan tersebut diambil. Semua langkah tersebut tentunya akan melibatkan banyak pihak dan di atas semua itu mohon petunjuk dan tuntunan-Nya merupakan keutamaan.

Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, besok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa.

Masalah datang tidak dapat kita tentukan. Oleh karena itu sebelum masalah itu datang, kita wajib mempersiapkan diri dengan baik. Kapan? Tentunya hari ini juga saya akan memulainya dari diri sendiri, dalam lingkup keluarga, kelas, dan institusi saya. Dalam lingkup kelas dan institusi sudah barang tentu saya akan menghormati norma dan nilai-nilai baik yang sudah berlaku di sekolah. Saling berkoordinasi dengan pimpinan, berkolaborasi dengan rekan sejawat, dan memberikan tauladan kepada siswa menjadikan langkah-langkah tersebut terasa semakin ringan. Dari lingkup keluarga, saya sudah memulainya dengan berdiskusi santai bersama pasangan dan anak-anak di rumah.

Siapa yang akan menjadi pendamping Anda, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi Anda untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif.

Dalam pengambilan keputusan yang bijaksana, tentunya keputusan tersebut tidak hanya dilakukan oleh diri sendiri namun akan melibatkan banyak pihak. Sebagai manusia biasa, saya pasti tidak pernah luput dari kekeliruan dan kealpaan. Maka dukungan pihak lain yang satu frekuensi, memiliki pengalaman dan kebijaksaan menjadi kekuatan bagi saya dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Mereka adalah jiwa-jiwa penuh kasih yang telah tuntas akan dirinya. Istri sebagai pendamping diskusi di rumah, rekan CGP, rekan-rekan dalam Komunitas Praktisi, dan Kepala Sekolah akan selalu menjadi teman diskusi saya untuk menentukan apakah langkah-langkah yang saya ambil telah tepat dan efektif.

Sebagai akhir dari diskusi dengan diri, saya kembali menengok prinsip kebajikan yang pernah saya pelajari yakni Live Simply, Dream Big, Be Greatful, and Give Love.

~ Salam dan Bahagia ~

Share:

Categories

Statistic Blog